Rabu, 21 Maret 2018

Hakikat haji

*Halal Buat Kami - Haram Buat Tuan*

Kisah Abu 'Abdurrahman Abdullah ibn al Mubarak al Hanzhali al Marwazi, seorang ulama' masyhur di Makkah yang menceriterakan riwayat ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani ritual ibadah haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua Malaikat yang turun dari langit, dan mendengar percakapan keduanya.
"Berapa orang yang datang tahun ini (untuk haji) ?" tanya satu malaikat kepada malaikat lainnya.

"Tujuh ratus ribu jama'ah" jawab Malaikat yang ditanya.

"Berapa banyak dari mereka yang diterima ibadah hajinya ?"

"Tidak satupun"

Percakapan itu membuat sang Abdullah al Mubarak bergemetar.

"Apa ?".....

ia menangis dalam mimpinya.

"Semua orang - orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia - sia ?"

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar percakapan kedua malaikat itu.

"Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, akan tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni Allah Subhanallahuata'ala"

"Kenapa bisa begitu ?"

"Itu kehendak Allah" jawab malaikat

"Siapa orang tersebut ?"

"Sa'id ibn Muhafah tukang sol sepatu di Kota Dimasyq (Damaskus)"

Mendengar ucapan itu, Abdullah al Mubarak itupun langsung terbangun dari tidurnya. Sepulang haji, ia tak langsung pulang menuju rumah, akan tetapi langsung menuju kota Damaskus, Syiria. Hatinya bergetar dan bertanya - tanya.

Sesampai disana, ia langsung mencari sang tukang sol yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ia tanya, apakah ada tukang sol sepatu yang bernama Sa'id ibn Muhafah.

"Ada, di tepi kota" jawab salah seorang tukang sol sepatu sambil menunjuk arahnya.

Sampai disana ia mendapati seorang tukang sol sepatu yang berpakaian amat lusuh, "Benarkah anda bernama Sa'id ibn Muhafah ?" tanya ibn al Mubarak.

"Betul, siapakah tuan ?"

"Aku Abdullah ibn al Mubarak"

Sa'id pun terharu, "Tuan adalah Ulama' terkenal, ada apa gerangan mendatangi saya ?"

Sejenak, Ulama' itupun kebingungan, darimana ia akan memulai pertanyaanya. Akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.

"Saya hendak tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur, dan membuat mabrur ibadah haji para jama'ah yang lain ?"

"Wah saya sendiri tidak tahu" jawab sa'id

"Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini"

Maka Sa’id ibn Muhafah pun bercerita, "Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar suara talbiyah : 'Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika laa syariika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. laa syariika laka' dan, setiap kali aku mendengar talbiyah itu, aku selalu menangis 'ya Allah aku rindu Makkah. ya Allah aku merindu Ka'bah. Ijinkan aku datang, ijinkan aku datang ya Allah' oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu. Setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan, hingga akhirnya pada tahun ini, saya memiliki 350 dirham, cukup untuk saya berhaji, saya sudah siap berhaji"

"Tapi anda batal berangkat haji" tanya al mubarok

"Benar"

"Apa yang terjadi ?"

"Ketika itu, Istri saya hamil, dan mengidam. Waktu saya hendak berangkat, saat itu dia ngidam berat"

"Suamiku, menciumkah engkau bau masakan yang nikmat ini ?" kata istri sa'id

"Iya, sayang"

"Cobalah kau cari, siapakah yang masak sehingga baunya begitu nikmat. Mintalah sedikit untukku"

"kemudian saya pun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya mengatakan kepadanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya"

Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan, "tidak boleh, Tuan"

"Dijual berapapun akan saya beli"

"Makanan itu tidak dijual, Tuan" katanya sambil berlinang mata.

"Kenapa ?"

Sambil menangis, janda itu menjawab, "Daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan"

Dalam hati saya, "Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim ?" Karena itu saya mendesaknya lagi "Kenapa ?"

"Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah sama sekali tak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk kami masak, dan kami makan" Sesenggukan janda itu menjelaskan.

"Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram"

Mendengar ucapan tersebut, saya menangis, kemudian kembali pulang. Aku ceritakan perihal kejadian itu pada istriku, iapun menangis. Hingga akhirnya, kami memasak makanan dan mendatangi rumah janda tersebut.

"Ini masakan untukmu"

Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka. "Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakanlah untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi"

Dalam Hati sa'id

(Ya Allah ... disinilah Hajiku)

(Ya Allah ... disinilah Makkahku)

Mendengar cerita tersebut, Abdullah al Mubarak pun tak bisa menahan air matanya.

Wallahu a'lam bish-shawab ..
.. Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ..

Semoga bermanfaat dan Dapat Diambil Hikmah-Nya ..

*BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA ILAHI*

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ.

"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".

*Robbana Taqobbal Minna*
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin

Senin, 12 Maret 2018

Cinta

MAHABATULLAH CINTA KEPADA ALLAH

Ada sebuah kisah, sewaktu masih kecil Sayyidina Husain (cucu Rasulullah) bertanya kepada ayahnya Sayyidina Ali bin Abi Tholib, “Apakah engkau mencintai Allah?“ Sayyidina Ali bin Abi Tholib menjawab, “Ya.

Lalu Sayyidina Husain bertanya lagi,
“Apakah engkau mencintai kakek dari ibu (Nabi)? “Sayyidina Ali bin Abi Tholib kembali menjawab, “Ya.

Sayyidina Husain bertanya lagi, “Apakah engkau mencintai ibuku? “Lagi-lagi Sayyidina Ali bin Abi Tholib menjawab, “Ya.

Sayyidina Husain kecil kembali bertanya, “Apakah engkau mencintaiku?“
“Sayyidina Ali bin Abi Tholib menjawab, “Ya.

Terakhir Sayyidina Husain yang masih polos itu bertanya, “Ayahku bagaimana engkau menyatukan begitu banyak cinta di hatimu?“ Kemudian Sayyidina Ali bin Abi Tholib menjelaskan, “Anakku pertanyaanmu hebat.“

Cintaku pada kekek dari ibumu (Nabi Sholollahualaiwasalam), ibumu (Fatimah Az-Zahra RA) dan kepada kamu sendiri adalah kerena cinta kepada Allah. “Karena sesungguhnya semua cinta itu adalah cabang-cabang cinta kepada Allah Subhanallah.

Setelah mendengar jawaban dari ayahnya itu Husain jadi tersenyum mengerti.

Dalam kitab Al-Mahabbah Al-Imam Al-Ghazali, mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh maqam spiritual dan ia menduduki derajat/level yang tinggi. “(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.“ (QS. Al-Maidah [5] : 54).

Dalam tasawuf, setelah di raihnya maqam mahabbah ini tidak ada lagi maqam yang lain kecuali buah dari mahabbah itu sendiri. Pengantar-pengantar spiritual seperti sabar, taubat, zuhud dan lain lain nantinya akan berujung pada Mahabatullah (cinta kepada Allah).

Ada seorang murid bertanya kepada Gurunya, “Guru apakah tanda seseorang itu cinta kepada Allah?" Sang Guru menjawab, “Orang tersebut mencintai dan menyayangi makhluk-Nya.“ Dalam kitab Su'bul Iman diterangkan bahwa salah satu cabang dari iman adalah menyingkirkan duri dari jalan, agar secara fisik orang tidak terluka karena duri tersebut.
Secara hakikat kita harus menghilangkan duri-duri “penyakit-penyakit“ dari hati kita, agar tindakan dan ucapan kita tidak menyakiti orang lain.

Semoga kita menjadi lebih baik dan lebih bermanfaat.

سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ.

"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana".

*Robbana Taqobbal Minna*
Ya Alloh terimalah dari kami (amalan kami), aamiin

اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد.